SUKABANTEN.com – Warga yang berdomisili di sekeliling Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Kroncong, Kabupaten Pandeglang, kini dihadapkan pada permasalahan serius yang semakin hari semakin memburuk. Bau menyengat dari tumpukan sampah yang menumpuk di lokasi tersebut tidak tengah bisa dianggap sebagai gangguan sesaat; kini, bau tersebut menjadi porsi dari udara yang mereka hirup setiap waktu. Situasi semacam ini menunjukkan bahwa TPA Bangkonol sedang berada pada tahap yang patut diwaspadai dengan serius.
Kondisi Masyarakat di Sekitar TPA Bangkonol
Selama beberapa bulan terakhir, keluhan penduduk terkait bau menyengat dari TPA Bangkonol lanjut mengalir. Bukan hanya aroma tak sedap, namun juga kekhawatiran akan efek kesehatannya. “Kami merasa sangat terganggu dengan aroma yang semakin parah setiap harinya. Ini bukan cuma tentang bau, tapi juga tentang kesehatan kami,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. Masyarakat di sekeliling TPA kini terpaksa menutup pintu dan ventilasi rumah mereka meskipun pada siang hari, dengan harapan dapat mengurangi masuknya udara yang tercemar ke dalam rumah. Sayangnya, langkah ini tidak sepenuhnya efektif dalam meminimalisir paparan bau yang sudah mengudara.
Isu ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup warga, namun juga menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan jangka panjang. Anak-anak, orang tua, dan mereka yang mempunyai masalah pernapasan menjadi golongan yang paling rentan merasakan efek buruk dari kondisi tersebut. Tak jarang, sejumlah penduduk harus mendapatkan perawatan medis karena merasa mual atau mabuk akibat menghirup aroma tajam tersebut. Keseharian warga seakan tak mampu tengah lepas dari ancaman kesehatan akibat tumpukan sampah yang lanjut bertambah tanpa penanganan yang memadai.
Usaha Penanggulangan dan Tantangan yang Dihadapi
Menyadari situasi yang kian gawat ini, pemerintah setempat sejatinya telah berupaya melakukan berbagai langkah penanggulangan. Namun sayangnya, solusi yang diterapkan belum memberikan hasil yang signifikan. Salah satu kendala primer adalah minimnya fasilitas pengolahan sampah yang memadai dan ramah lingkungan. “Kami memahami keresahan warga dan terus berupaya mencari solusi terbaik. Namun, fasilitas yang ada waktu ini memang sangat terbatas,” ungkap salah satu pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pandeglang.
Selain itu, meningkatnya volume sampah yang tidak sebanding dengan kapasitas pengelolaan juga menjadi tantangan akbar. Pertambahan populasi dan aktivitas ekonomi di wilayah sekeliling membuat produksi sampah meningkat pesat. Hal ini memaksa pengelola TPA untuk menumpuk sampah di zona yang sebenarnya sudah melebihi kapasitas. Kondisi ini memicu efek domino, mulai dari peningkatan polusi udara, risiko pencemaran air tanah, hingga risiko munculnya masalah kesehatan di kemudian hari bagi penduduk setempat.
Pihak terkait, dalam hal ini pemerintah wilayah, diharapkan dapat lebih proaktif dengan mengalokasikan dana yang memadai buat peningkatan fasilitas pengolahan sampah. Solusi jangka panjang yang ramah lingkungan dan berkelanjutan perlu segera direalisasikan. Alternatif metode pengelolaan dan pengolahan sampah yang lebih modern dan efisien harus mulai diperkenalkan dan diterapkan agar permasalahan ini dapat teratasi secara optimal.
Sementara itu, peran serta masyarakat dalam pengurangan sampah di tingkat rumah tangga tak bisa dikesampingkan. Edukasi mengenai pentingnya memilah sampah dan penerapan prinsip reduce, reuse, dan recycle harus lebih digalakkan. Dengan sinergi antara pemerintah, pengelola TPA, dan masyarakat, diharapkan masalah ini akan menemukan titik terang penyelesaiannya. Sehingga penduduk di sekeliling TPA Bangkonol tidak lagi hayati di bawah bayang-bayang ancaman dari tumpukan sampah.