SUKABANTEN.com – Ribuan pegawai non-ASN atau honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten kembali harus menelan kekecewaan. Asa mereka buat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) belum terealisasi. Banyak dari mereka yang merupakan bagian dari kategori R3, yaitu para honorer yang telah mengikuti seleksi tahap pertama tetapi tidak lolos. Kondisi ini menyebabkan lebih dari 1.000 honorer dipastikan tidak mendapatkan formasi PPPK pada tahun ini. Salah satu dari guru honorer tersebut, yang berasal dari Kabupaten Banten, mengungkapkan kekecewaan mereka atas ketidakpastian yang terus berlanjut ini.
Tantangan Honorer dalam Menggapai Kepastian
Para honorer di Provinsi Banten, seperti di daerah lainnya di Indonesia, menghadapi berbagai tantangan dalam upaya mereka untuk mendapatkan kepastian status pekerjaan. Asa untuk diangkat menjadi PPPK sudah digaungkan sejak beberapa ketika lampau. Meskipun sudah beberapa kali mengikuti seleksi, banyak dari mereka yang masih belum berhasil lolos. Kategori R3, misalnya, adalah mereka yang telah separuh jalan dalam proses tersebut, tetapi masih belum mendapatkan hasil yang diharapkan.
“Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, mengikuti semua prosedur dan persyaratan yang diminta, tetapi hasilnya masih sama,” ungkap seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama lebih dari satu dekade. Sikap sabar dan putus harapan sering kali bergantian datang menghantui mereka. Banyak yang berharap agar pemerintah segera memberikan solusi yang jernih sehingga mereka bisa mendapatkan kepastian masa depan.
Kendala Administratif dan Kebijakan Pemerintah
Masalah pengangkatan honorer menjadi PPPK bukan sekadar persoalan administratif semata. Eksis banyak unsur kebijakan yang mempengaruhi lambatnya proses ini. Pemprov Banten sendiri telah memberikan berbagai penjelasan mengenai proses yang panjang dan keterbatasan anggaran yang dihadapi. Namun, di sisi lain, hal ini tidak serta merta memberikan kelegaan bagi para honorer yang semakin hari dihantui ketidakpastian masa depan.
Banyak dari mereka yang mengandalkan pendapatan dari pekerjaan honorer untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketiadaan kepastian tentang status pekerjaan ke depan menambah beban psikologis dan finansial. “Kami hanya butuh kepastian, agar kami bisa merencanakan masa depan anak-anak kami,” tambah seorang pegawai honorer yang khawatir dengan nasib pendidikan anak-anaknya kalau kelak tidak ada pemugaran pada status kepegawaiannya.
Seiring dengan berjalannya ketika, harapan itu terus ada, meski sering terpengaruh oleh putaran janji yang belum juga terwujud. Solusi konkret dan segera dari berbagai pihak terkait sangat diharapkan agar nasib para honorer ini dapat lebih baik dan jelas di masa depan. Sembari menunggu kejelasan lebih terus, ribuan pegawai honorer ini masih berusaha menjalani tugas dengan optimal, berharap akan ada titik terang yang memadai bagi mereka dalam waktu dekat.