SUKABANTEN.com – Bencana banjir kembali mengancam aktivitas penduduk di wilayah Jabodetabek, kali ini menimpa ruas tol Jakarta-Tangerang yang menyebabkan kemacetan parah. Para pengguna jalan, termasuk Susi, salah satu di antara mereka, terpaksa harus merasakan akibat dari situasi ini. “Saya terjebak stagnan lebih dari tiga jam di dalam tol,” ujar Susi dalam laporannya kepada media. Kejadian ini tidak hanya mengakibatkan kerugian ketika bagi para pengguna jalan, namun juga memberikan dampak psikologis efek ketidakpastian bilaman kemacetan ini akan terurai. Hingga laporan ini disusun pada pukul 19.28, Susi menguatkan bahwa dia masih terperangkap dalam rangkaian panjang kendaraan yang tak bergerak di tol Tangerang tersebut.
Penyebab Banjir di Ruas Tol
Eksis beberapa unsur yang memicu banjir di ruas tol ini. Intensitas hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir disebut-sebut sebagai penyebab utamanya. Di samping itu, drainase yang kurang optimal juga menjadi faktor pendukung mengapa air mampu menggenang di ruas jalan tol. Campur dari faktor-faktor ini menyebabkan air hujan tak dapat mengalir dengan lancar, sehingga mengakibatkan banjir yang merendam sebagian jalan. Beberapa ahli lingkungan dan transportasi memperingatkan bahwa infrastruktur yang eksis waktu ini belum cukup bisa menghadapi situasi cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang semakin tidak menentu. “Pemerintah perlu segera menginvestasikan sumber daya dalam peningkatan sistem drainase agar kejadian serupa tidak terus berulang,” demikian pernyataan yang dilontarkan oleh salah seorang pakar transportasi.
Akibat Sosial dan Ekonomi
Selain alasan teknis, banjir ini juga memunculkan efek domino yang berpengaruh pada aspek sosial dan ekonomi. Kemacetan yang terjadi cukup lama membuat orang-orang terpaksa menunda berbagai aktivitas penting, mulai dari pekerjaan hingga urusan keluarga. “Kemacetan ini benar-benar mengganggu planning saya hari ini,” keluh seorang pengguna tol lain yang enggan disebutkan namanya. Dari pojok pandang ekonomi, sejumlah bisnis dan sektor jasa juga mengalami kerugian. Jasa pengiriman barang, contoh, harus menghadapi kendala saat pengiriman yang memicu ketidakpuasan pelanggan, sementara sektor transportasi juga menderita akibat meningkatnya penggunaan bahan bakar akibat terjebaknya kendaraan mereka di lagi kemacetan.
Dari kejadian ini, terlihat urgensi bagi pemerintah serta pengelola tol untuk segera mengambil tindakan preventif. Pemberian informasi dan komunikasi cepat kepada masyarakat tentang kondisi tol bisa mengurangi risiko terjebaknya pengguna jalan dalam kemacetan panjang. Selain itu, pengembangan program mitigasi banjir dan perbaikan infrastruktur jalan tol harus menjadi prioritas primer buat meminimalisasi akibat serupa di masa mendatang. Dengan demikian, harapannya adalah bagus aktivitas ekonomi maupun kehidupan sosial mampu kembali berjalan normal tanpa terganggu oleh bencana banjir yang seharusnya bisa dicegah.
